Oleh : Renaldy Akbar
Siswa adalah
generasi muda yang diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata bagi bangsanya.
Mereka dikatakan bibit unggul untuk mengubah nasib buruk bangsa Indonesia.
Namun, mereka masih terikat oleh beban yang memberatkan dirinya untuk bisa
lebih maju. Salah satu yang penting adalah pendidikan.
dunia pendidikan
Indonesia ternyata masih belum bisa merata dirasakan oleh para anak.
Ditemukanya berbagai permasalahan yang dapat mempengaruhi masa depan seorang anak
bangsa. Masalah yang paling sering muncul adalah “biaya pendidikan” .
pemerintah masih belum mampu untuk mengatasi masalah yang satu ini. Berapa juta
anak setiap tahun yang tidak bisa sekolah karena “biaya”. Apakah cita-cita Indonesia yang tertulis di
pembukaan UUD 1945 “mencerdaskan kehidupan bangsa” bisa benar-benar terwujud? Hal ini pula dapat mempengaruhi mimpi seseorang. Mereka
yang miskin seakan tidak layak untuk
tetap bermimpi. Mereka masih merasa di diskriminasikan oleh keadaaan.
Kurangnya informasi dan tidak meratanya
kebijakan pemerintah adalah salah satu contoh mengapa masih ada anak miskin
yang tidak bisa bersekolah. Semua ini sangat dirasakan oleh anak sekolah SMA
yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Artinya , mimpi seseorang semakin dekat .
tapi nyatanya biaya kuliah di Indonesia masih mahal dan tidak mungkin di
tanggung oleh keluarga miskin. Ini menjadi suatu hambatan bagi seseorang untuk
bisa merebut mimpinya.
Minimnya
motivasi siswa miskin
Masuk ke perguruan tinggi negeri adalah
impian bagi setiap siswa , khususnya bagi siswa yang duduk di kelas 12
SMA. Dengan akreditas yang baik,
perguruan tinggi negeri dipercaya oleh para siswa untuk bisa mengembangkan
karir yang baik jika lulus nanti. Meskipun masa depan seseorang tidak bisa
dilihat dari sisi pendidikan yang layak. Akan tetapi, untuk menghadapi dunia
global rasanya penting untuk bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
Untuk mencapai perguruan tinggi negeri ,
para siswa berusaha keras untuk mendapatkanya. Tapi, bagi siswa yang kurang
mampu harus lebih maximal lagi, karena ia harus mencari beasiswa-beasiswa agar
bisa mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi nyatanya, masih
banyak siswa melihat bahwa “kuliah bukan untuk orang miskin” padahal kata bijak
mengatakan : banyak jalan menuju roma. Artinya bukan sesuatu hal yang tidak
mungkin bagi siswa tidak mampu untuk bisa lanjut ke perguruan tinggi. Lalu,
bagaimana bagi siswa yang belum bisa memotivasi dirinya sendiri untuk bisa
menembus permasalahan-permasalahan ini. Apakah ini murni kesalahan dari siswa
tersebut atau ada pihak lain yang terkait?
Ada beberapa hal terkait cara pandang siswa
tidak mampu untuk tetap bisa lanjut ke perguruan tinggi negeri :
1. Masih banyak universitas di Indonesia yang dianggap mahal untuk
kalangan tidak mampu, hal ini mengganggu semangat siswa miskin karena
menganggap bahwa perguruan tinggi hanya untuk orang-orang yang mampu.
2. Budaya keluarga miskin yang tidak menganggap penting sebuah
pendidikan. Oleh karena itu, tidak ada nya support dari orang tua.
3. Kurang adanya motivasi dari dalam diri mereka . untuk itu, peran
guru penting untuk bisa memotivasikan murid-muridnya bahwa semua anak berhak
sekolah.
Factor-faktor inilah yang menjadikan anak
menganggap pesimis masa depanya.
Kesempatan
bagi siswa miskin dan bodoh
Hampir seluruh
universitas menerapkan beasiswa bagi orang tidak mampu yang berprestasi. Lalu bagaimana untuk mereka
yang dikatakan tidak memiliki prestasi namun mempunyai keinginan untuk maju?
Akankah siswa yang bodoh akan terus bodoh dan keluarganya akan tetap
miskin? seharusnya, semua siswa
diberikan kesempatan yang sama tetapi dengan syarat-syarat tertentu. Misalnya,
siswa yang tidak memiliki prestasi dan ia tidak mampu, tetap diberikan
kesempatan untuk belajar dan berkesempatan untuk berubah dan maju. Dengan
adanya target-target yang harus dicapai
para siswa sepertinya misalnya, harus ada penanjakan nilai atau IP . ini
menjadikan siswa yang tidak memiliki prestasi dan tidak mampu, lebih memiliki
tanggung jawab akan beasiswa yang sudah ia dapat. Ia akan berusaha untuk
mencapai target itu dan diberikan pelanggaran yang wajar apabila tidak mencapai
target tersebut. Saya yakin, dengan ini ia tidak selamanya bodoh dan tidak
selamanya miskin. Karena , tanggung jawab tersebut membuat komposisi belajar
siswa lebih tinggi hingga menjadi pintar dan bisa mengubah nasib keluarga
mereka yang miskin.
Saat ini, orang yang hanya lulusan SMA masih banyak
yang menjadi pengangguran. bagaimana nasibnya setelah tahun-tahun berikutnya?
Mungkin, lulusan SMA akan setara dengan SMP. Karena persyaratan untuk masuk
kerja juga semakin tinggi. Inilah yang harus dipikirkan oleh siapapun mereka
yang merasa dirinya miskin dan bodoh. Khususnya pada orang tua. Jangan sampai
masa depan anak bangsa menjadi semakin memburuk.
Keganjalan
bidik misi
Untuk menangani kasus diatas, pemerintah memberikan kebijakan-kebijakan
yaitu bidik misi. Bidik misi adalah kebijakan
pemerintah untuk siswa yang kurang mampu akan tetapi mempunyai prestasi dan
ingin melanjutkan pendidikan nya di universitas negeri. Tapi, masih ditemukan beberapa keganjalan akan
kebijakan tersebut.
Ternyata kebijakan bisik misi belum bisa membuat percaya diri siswa untuk
melanjutkan pendidikanya karena ada
keganjalan yang terjadi, yaitu masih ada sekolah yang menerapkan kuota
perkelas untuk bisa mendaftar program bidik misi ini. Misalnya satu kelas hanya
diberikan kesempatan untuk 2 atau 3 orang. Disini timbul pertanyaan. Bagaimana jika lebih
dari 3 orang yang tidak mampu ? apakah hak yang seharusnya diemban hilang? Apakah pihak sekolah peduli akan masa depan
siswa yang seperti ini? Ditambah persyaratan
bidik misi yang juga ditemukan keganjalan. Beberapa syarat diantaranya , pendapatan orang tua di
bawah UMR (Upah Minimum Rakyat) , yatim dan atau piatu ,dan tidak memiliki kendaraan (Ada sekolah yang
menerapkan ini).
Mari kita ambil contoh, Ada siswa A pendapatan
orang tuanya dibawah UMR . ada siswa B yang pendapatanya lebih tinggi “sedikit”
dari UMR. Siapa yang lebih pantas mendapat bidik misi ? pasti A bukan? tapi ,
apakah kita memperdulikan alasan-alasan selanjutnya?
Bagaimana jika siswa A memiliki
kakak/saudara yang cukup bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Bagaimana jika siswa
A memiliki motor yang bukan dari orang tuanya melainkan dari saudaranya pula. Lalu
, bagaimana jika siswa B memiliki motor dalam keluarga nya tetapi masih
“kredit”.Bagaimana jika siswa B memiliki banyak tagihan-tagihan yang menurunkan
tingkat pendapatan keluarga.
Lalu siapa yang pantas mendapatkan beasiswa
bidik misi tersebut? Mungkin B , tapi sayangnya dalam pemasukan data tidak ada
pernyataan seperti ini. Jadi siswa A lah yang lebih berhak. Mungkin bisa , tapi
sayang
terbentur oleh kuota.
Kasus ini termasuk contoh kasus diskriminasi. Siswa yang miskin masih saja
mengalami diskriminasi secara terang-terangan.
Padahal, nasib bangsa indonesia dapat ditentukan oleh kualitas
pendidikan bangsa. Bagaimana nasib indonesia membaik jika pendidikan masih saja
mendiskriminasikan siswa-siswa miskin. pendidikan yang merata tanpa terkecuali
sangat diharapkan bagi seluruh anak bangsa. Karena dengan pendidikan, mereka
bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya dan menggapai mimpi-mimpinya. Dan
juga indonesia bisa mencapai tujuan hidupnya yang tertera di pembukaan UUD 1945
yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.