Sabtu, 16 Juni 2012

Nasib Pendidikan Si Miskin (artikel)


Oleh : Renaldy Akbar


Siswa adalah generasi muda yang diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata bagi bangsanya. Mereka dikatakan bibit unggul untuk mengubah nasib buruk bangsa Indonesia. Namun, mereka masih terikat oleh beban yang memberatkan dirinya untuk bisa lebih maju. Salah satu yang penting adalah pendidikan.

dunia pendidikan Indonesia ternyata masih belum bisa merata dirasakan oleh para anak. Ditemukanya berbagai permasalahan yang dapat mempengaruhi masa depan seorang anak bangsa. Masalah yang paling sering muncul adalah “biaya pendidikan” . pemerintah masih belum mampu untuk mengatasi masalah yang satu ini. Berapa juta anak setiap tahun yang tidak bisa sekolah karena “biaya”.  Apakah cita-cita Indonesia yang tertulis di pembukaan UUD 1945 “mencerdaskan kehidupan bangsa” bisa benar-benar terwujud?  Hal ini pula dapat mempengaruhi mimpi seseorang. Mereka yang miskin  seakan tidak layak untuk tetap bermimpi. Mereka masih merasa di diskriminasikan oleh keadaaan.

           Kurangnya informasi dan tidak meratanya kebijakan pemerintah adalah salah satu contoh mengapa masih ada anak miskin yang tidak bisa bersekolah. Semua ini sangat dirasakan oleh anak sekolah SMA yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.  Artinya , mimpi seseorang semakin dekat . tapi nyatanya biaya kuliah di Indonesia masih mahal dan tidak mungkin di tanggung oleh keluarga miskin. Ini menjadi suatu hambatan bagi seseorang untuk bisa merebut mimpinya.

Minimnya motivasi siswa miskin

           Masuk ke perguruan tinggi negeri adalah impian bagi setiap siswa , khususnya bagi siswa yang duduk di kelas 12 SMA.  Dengan akreditas yang baik, perguruan tinggi negeri dipercaya oleh para siswa untuk bisa mengembangkan karir yang baik jika lulus nanti. Meskipun masa depan seseorang tidak bisa dilihat dari sisi pendidikan yang layak. Akan tetapi, untuk menghadapi dunia global rasanya penting untuk bisa mendapatkan pendidikan yang layak. 

           Untuk mencapai perguruan tinggi negeri , para siswa berusaha keras untuk mendapatkanya. Tapi, bagi siswa yang kurang mampu harus lebih maximal lagi, karena ia harus mencari beasiswa-beasiswa agar bisa mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi nyatanya, masih banyak siswa  melihat bahwa “kuliah bukan untuk orang miskin” padahal kata bijak mengatakan : banyak jalan menuju roma. Artinya bukan sesuatu hal yang tidak mungkin bagi siswa tidak mampu untuk bisa lanjut ke perguruan tinggi. Lalu, bagaimana bagi siswa yang belum bisa memotivasi dirinya sendiri untuk bisa menembus permasalahan-permasalahan ini. Apakah ini murni kesalahan dari siswa tersebut atau ada pihak lain yang terkait?
Ada beberapa hal terkait cara pandang siswa tidak mampu untuk tetap bisa lanjut ke perguruan tinggi negeri :
1.       Masih banyak universitas di Indonesia yang dianggap mahal untuk kalangan tidak mampu, hal ini mengganggu semangat siswa miskin karena menganggap bahwa perguruan tinggi hanya untuk orang-orang yang mampu.
2.       Budaya keluarga miskin yang tidak menganggap penting sebuah pendidikan. Oleh karena itu, tidak ada nya support dari orang tua.
3.       Kurang adanya motivasi dari dalam diri mereka . untuk itu, peran guru penting untuk bisa memotivasikan murid-muridnya bahwa semua anak berhak sekolah.
Factor-faktor inilah yang menjadikan anak menganggap pesimis masa depanya.

Kesempatan bagi siswa miskin dan bodoh

Hampir seluruh universitas menerapkan beasiswa bagi orang tidak mampu  yang berprestasi. Lalu bagaimana untuk mereka yang dikatakan tidak memiliki prestasi namun mempunyai keinginan untuk maju? Akankah siswa yang bodoh akan terus bodoh dan keluarganya akan tetap miskin?  seharusnya, semua siswa diberikan kesempatan yang sama tetapi dengan syarat-syarat tertentu. Misalnya, siswa yang tidak memiliki prestasi dan ia tidak mampu, tetap diberikan kesempatan untuk belajar dan berkesempatan untuk berubah dan maju. Dengan adanya target-target  yang harus dicapai para siswa sepertinya misalnya, harus ada penanjakan nilai atau IP . ini menjadikan siswa yang tidak memiliki prestasi dan tidak mampu, lebih memiliki tanggung jawab akan beasiswa yang sudah ia dapat. Ia akan berusaha untuk mencapai target itu dan diberikan pelanggaran yang wajar apabila tidak mencapai target tersebut. Saya yakin, dengan ini ia tidak selamanya bodoh dan tidak selamanya miskin. Karena , tanggung jawab tersebut membuat komposisi belajar siswa lebih tinggi hingga menjadi pintar dan bisa mengubah nasib keluarga mereka yang miskin.
            
          Saat ini, orang yang hanya lulusan SMA masih banyak yang menjadi pengangguran. bagaimana nasibnya setelah tahun-tahun berikutnya? Mungkin, lulusan SMA akan setara dengan SMP. Karena persyaratan untuk masuk kerja juga semakin tinggi. Inilah yang harus dipikirkan oleh siapapun mereka yang merasa dirinya miskin dan bodoh. Khususnya pada orang tua. Jangan sampai masa depan anak bangsa menjadi semakin memburuk.

Keganjalan bidik misi

Untuk menangani kasus diatas, pemerintah memberikan kebijakan-kebijakan yaitu bidik misi. Bidik misi adalah kebijakan pemerintah untuk siswa yang kurang mampu akan tetapi mempunyai prestasi dan ingin melanjutkan pendidikan nya di universitas negeri. Tapi, masih ditemukan beberapa keganjalan akan kebijakan tersebut.

Ternyata kebijakan bisik misi belum bisa membuat percaya diri siswa untuk melanjutkan pendidikanya  karena ada keganjalan yang terjadi, yaitu  masih ada sekolah yang menerapkan kuota perkelas untuk bisa mendaftar program bidik misi ini. Misalnya satu kelas hanya diberikan kesempatan untuk 2 atau 3 orang.  Disini timbul pertanyaan. Bagaimana jika lebih dari 3 orang yang tidak mampu ? apakah hak yang seharusnya diemban hilang?  Apakah pihak sekolah peduli akan masa depan siswa yang seperti ini?  Ditambah persyaratan bidik misi yang juga ditemukan keganjalan. Beberapa syarat diantaranya , pendapatan orang tua di bawah UMR (Upah Minimum Rakyat) , yatim dan atau piatu ,dan tidak memiliki kendaraan (Ada sekolah yang menerapkan ini).

Mari kita ambil contoh, Ada siswa A pendapatan orang tuanya dibawah UMR . ada siswa B yang pendapatanya lebih tinggi “sedikit” dari UMR. Siapa yang lebih pantas mendapat bidik misi ? pasti A bukan? tapi , apakah kita memperdulikan alasan-alasan selanjutnya?
Bagaimana jika siswa A memiliki kakak/saudara yang cukup bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Bagaimana jika siswa A memiliki motor yang bukan dari orang tuanya melainkan dari saudaranya pula. Lalu , bagaimana jika siswa B memiliki motor dalam keluarga nya tetapi masih “kredit”.Bagaimana jika siswa B memiliki banyak tagihan-tagihan yang menurunkan tingkat pendapatan keluarga.
Lalu siapa yang pantas mendapatkan beasiswa bidik misi tersebut? Mungkin B , tapi sayangnya dalam pemasukan data tidak ada pernyataan seperti ini. Jadi siswa A lah yang lebih berhak. Mungkin bisa , tapi sayang terbentur oleh kuota.

Kasus ini termasuk contoh kasus diskriminasi. Siswa yang miskin masih saja mengalami diskriminasi secara terang-terangan.  Padahal, nasib bangsa indonesia dapat ditentukan oleh kualitas pendidikan bangsa. Bagaimana nasib indonesia membaik jika pendidikan masih saja mendiskriminasikan siswa-siswa miskin. pendidikan yang merata tanpa terkecuali sangat diharapkan bagi seluruh anak bangsa. Karena dengan pendidikan, mereka bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya dan menggapai mimpi-mimpinya. Dan juga indonesia bisa mencapai tujuan hidupnya yang tertera di pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar